Contoh Drama Tentang Perjuangan

Naskah drama tentang perjuangan merupakan salah satu jenis drama yang banyak dimainkan. Unsur perjuangan dalam dialog drama memang dapat memberikan suntikan energi positif terhadap pemeran serta penonton, seperti unsur motivasi, kerja keras, dan lain sebagainya. Nah, bagi Anda yang sedang membutuhkan contoh naskah drama tema perjuangan, silakan simak contohnya berikut ini.

Naskah Drama Tentang Perjuangan3 Orang Pemeran
"Tidak Ada Kosakata Menyerah"

Sangat tidak mudah untuk menggerakkan semangat dalam diri saat kita down dan lelah. Perjuangan-perjuangan super harus digelakkan. Bukan hanya soal perjuangan sulit untuk menghadapi kesulitan di tengah jalan. Tetapi juga perjuangan untuk tetap mempertahankan semangat terus maju. Naskah drama di bawah ini merupakan contoh naskah drama yang dapat Anda jadikan referensi, baik untuk kegiatan drama maupun hanya sekedar sebagai motivasi diri.

Tema Drama: Perjuangan

Judul Drama: Tidak Ada Kosakata Menyerah

Jumlah Pemeran: 3 Orang

Penokohan/karakter:

1. Willy
2. Diana
3. Sella

SINOPSIS DRAMA

Diana adalah mahasiswa S1 semester akhir di sebuah kampus negeri di Jakarta yang merasa mati-matian berjuang menyelesaikan skripsinya. Sering sekali ia mengeluh pada sahabatnya, Willy, yang saat ini sudah berada di S2. Willy tidak henti-hentinya memberikan semangat pada Diana untuk segera menyelesaikan sripsinya.

NASKAH DIALOG DRAMA

Dua gelas minuman dingin tergeletak di atas meja kafe. Diana merasa suntuk, dan ia mengajak Willy untuk refreshing di kafe langganan mereka.

Diana : “Heran deh gue, padahal yang namanya skripsi itu udah ada dari zaman gue masih orok. Apa dulunya mereka-mereka juga pusing kayak gue gini ya?”
Willy : “Sama aja Di, gue dulu juga gitu. Tapi jangan ngeluh mulu. Sambil ngeluh, sambil ngerjain juga.”
Diana : “Duh, apa emang gue nya yang nggak pinter-pinter ya. Gue ngerasa mentok banget. Udah nggak bisa mikir apapun tentang skripsi. Udah males banget kalo mau megang berkas sripsi lagi. Puyeng ini kepala.”
Willy : “Eh elu bilangnya kayak gitu. Pamali. Lagi capek aja, kamu butuh istirahat. Kalo udah jernih, gue yakin ide loe bakal muncul tiba-tiba.”
Diana : “Gue udah refreshing berkali-kali Will. Loe tahu sendiri kan, kalo gue lebih sering ngajakin loe refreshing daripada ngerjain skripsi.”
Willy : “Elo sih nyerah.”
Diana : “Abis gimana lagi dong Will. Sumpah gue mentok banget.”
Willy : “Udah... minum dulu noh jus jeruknya, keburu dinginnya abis.

Diana lalu menyedot jus jeruk di hadapannya. Sambil menyedot, matanya tertuju pada Willy.

Willy : “Apa loe liat-liat?”
Diana : “Gue punya ide!”
Willy : “ Apaan?”
Diana : “Gimana kalo gue cuti kuliah dulu?”

Willy tersedak dengan minumannya.

Willy : “Eh buset...ini anak. Lagian mau ngapain loe kalo cuti kuliah?”
Diana : “Ya kerja lah.”
Willy : “Nggak kerja aja loe udah puyeng gini, apalagi loe kerja?”
Diana : “Ya kan kalo mau skripsi, gue berhenti kerja.”
Willy : “Iya, sekarang loe mau ngelupain skripsi dan kerja, abis kerja itu kapan? Mau nunggu loe buntu skripsi lagi? Bisa lulus tahun depan loe.”
Diana : “Duh Willy. Loe ngerusak rencana gue mulu. Kasih solusi dong kalo gitu.”

Willy terlihat berpikir sebentar.

Willy : “Pertama, loe cari teman seangkatan yang juga lagi skripsi. Syukur lagi, yang kira-kira pembahasan skripsinya sama. Kalian bis diskusi sekaligus saling memotivasi. Kedua, setiap hari minimal satu jam, loe harus baca buku yang mendukung skripsi loe. Gue yakin, loe buntu tu karena kurang membaca. Jadi merasa nggak bisa apa-apa.”
Diana : “Gue coba deh.”

Diana menjawab lemas. Rasa-rasanya kalimat solusi dari Willy pun amat memusingkan kepalanya. Atau benar kata Diana, ia sudah terlalu menyerah, sehingga susah sekali menafsirkan apapun yang berbau skripsi. Kalau dipikir-pikir, ia juga tidak bodoh-bodoh amat, ia juga sering refreshing. Apa sebenarnya yang membuatnya kehilangan selera meneruskan skripsi.

Dari tempat duduknya, Willy juga melihat Diana masih ragu mendengar sarannya. Atau jangan-jangan Diana malah melamun dan sama sekali tidak mendengar bicaranya tadi.

Willy : “Di, loe nggak bisa terus-terusan begini. Gue nggak pengen loe ikutan wisuda adek kelas tahun depan. Loe harus usaha dulu.”

Diana terus terdiam, matanya terlihat menerawang.

Willy : “Ini tuh nggak seberapa dibanding orang kelaparan. Ini juga nggak sebanding dengan orang yang lumpuh.”

Diana mulai menatap Willy.

Willy : “Loe tahu kisah penulis fenomenal, aduh lupa aku siapa namanya. Dia tetep menulis meskipun seluruh tubuhnya lumpuh.”
Diana : “Dia nulis pake apa Will?”
Willy : “Pake otot mata. Asistennya menyebutkan huruf dari A sampai Z. Jika penyebutan si asisten sudah sampai pada huruf yang dimaksud, si penulis lumpuh tersebut mengedipkan matanya.”
Diana : “Segitunya ya Will?”

Willy mengangguk pelan.
Willy : “Loe harus ingat perjuangan loe empat tahun ini. Loe kuliah pagi sampai sore, ngorbanin apa? Tenaga, harta, dan waktu.”
Diana : “ Aku mengerti Will.”
Willy : “Saat loe mikir nyerah pada skripsi, loe harus ingat temen-temen loe yang berjuang keras untuk bisa berkuliah. Loe punya uang, mereka enggak. Bahkan menahan lapar, saat kamu dan teman-teman yang berduit lainnya pada asyik nongkrong di kantin. Bisa duduk di bangku kelas kampus sudah menjadi anugerah luar biasa baginya. Bagimu kuliah biasa aja, tapi sangat berarti bagi mereka. Oke, gue nggak memintamu untuk kasihan sama orang tuamu yang mengucurkan uangnya untuk kuliahmu, tapi setidaknya kamu tidak mengiris perasaan mereka yang tidak bisa kuliah dengan menyia-nyiakan kesempatan kuliah. Semisal ni, aku bagian dari mereka, aku pasti nyengir ngeliat kamu nyerah gini.”

Diana manggut-manggut mengerti. Matanya terlihat lebih berbinar dari sebelumnya.

Diana : “Makasih ya Will atas semua masukannya.”

Sejak pertemuan itu, Diana jadi menyadari satu hal, bahwa dirinya benar-benar beruntung sudah kuliah. Ia memang tidak bisa merasakan betul bagaimana perjuangan mereka yang mati-matian demi bisa kuliah, tapi setidaknya ia tidak mengecewakan mereka.

Keesokan paginya, saat di perpustakaan, ia melihat si Sella. Diana ingat, Sella pernah bercerita kalau dirinya perlu berjuang untuk bisa kuliah. Diana lantas menghampiri Sella.

Diana : “Sel udah nyampek bab berapa skripsimu?”
Sella : “Gue baru nyampek bab 5 Di, loe sendiri.”
Diana : “Hehehe masih berkutat bab 4.”
Sella : “Oh ya nggak papa, yang semangat ngerjain ya.”

Diana tersenyum kecil.

Diana : “Eh Sell, loe masih jualan kue kalo malem?”
Sella : “Iya Di, Subuh tadi aku baru nyelesaikan semuanya, nanti malem tinggal jual. Loe mau beli?”
Diana : “Ah enggak Sell, aku cuman nanya. Gue heran deh sama loe. Sibuk gitu, tapi masih sempat ngerjain skripsi.”

Sella tersenyum tipis.

Sella : “Ini bukan masalah sempat nggak sempat Di, gue harus bayar perjuangan gue empat tahun ini dengan gelar sarjana. Ya meskipun gelar sekarang dibayar murah, tapi toh tetap beda aja orang yang berpendidikan dan tidak. Pemikiran juga lebih luas. Kalo dulu gue cuman mikir gimana cara bikin kue dan ngejualnya, sekarang gue ngebayangi toko aneka kue. Istilahnya lebih inovasi dikit lah.”
Diana : “Hebat ya Loe, hebat hebat. Gue hampir nyerah buat ngerjain skripsi Sell. Hampir aja.”
Sella : “Di kamus gue nggak ada kata nyerah Di. Buat mikirin dagangan kue aja ini otak udah penuh, kenapa musti ditambah kosakata nyerah?”

Diana tersenyum dan mengangguk. Ia tak berhenti mengagumi Sella. Selain bekerja keras, Sella juga tidak lebih pandai dari dirinya. Tapi toh, gadis itu sudah mengerjakan skripsi lebih dulu dari dirinya. Mungkin karena kemauan dan semangatnya yang tinggi.

TAMAT

Baca juga:


Itulah contoh teks drama seputar perjuangan, semoga dapat memberikan referensi berguna bagi Anda yang sedang mencari contoh naskah drama seputar perjuangan.


0 Response to "Contoh Drama Tentang Perjuangan"

Posting Komentar